Kuantan Singingi – Masyarakat Kecamatan Benai, khususnya di Desa Talontam Benai, kini mulai mempertanyakan kejelasan tindak lanjut dari gebrakan Bupati Kuantan Singingi terkait penertiban kendaraan angkutan yang melebihi kelas jalan. Surat resmi Bupati Kuansing Nomor 000.1.7/SETDA-UM/VIII/2025/1897 tanggal 29 Agustus 2025 sejatinya menjadi harapan baru bagi warga agar kerusakan jalan akibat lalu lintas kendaraan berat milik perusahaan bisa segera teratasi.
Namun, di lapangan, kondisi justru berbanding terbalik. Portal pembatas yang semestinya menjadi alat pengendali, kini hanya berdiri sebagai pajangan tanpa fungsi nyata. Mobil-mobil angkutan bertonase besar masih bebas lalu-lalang, meninggalkan jejak kerusakan jalan yang semakin parah.
Masyarakat pun merasa kebingungan. Surat Bupati yang awalnya disambut antusias kini justru menimbulkan tanda tanya: Apakah instruksi tersebut benar-benar dijalankan, atau hanya sekadar formalitas administratif?
Ketua Karang Taruna Benai, Ahmad Fathony, turut angkat bicara mengenai hal ini. Ia menyampaikan bahwa masyarakat saat ini membutuhkan kepastian dan kejelasan arah kebijakan, bukan hanya pemasangan portal tanpa tindak lanjut yang jelas.
“Kami dari Karang Taruna berharap pemerintah segera memberikan kepastian agar masyarakat tidak terjebak dalam asumsi liar. Jangan sampai kebijakan baik ini justru menimbulkan kebingungan dan kecurigaan di tengah warga,” ujar pria yang kerap di sapa AF.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Karang Taruna siap mendukung langkah pemerintah dalam menjaga ketertiban dan kelestarian infrastruktur daerah, asalkan kebijakan dijalankan secara transparan dan konsisten di lapangan.
Sebagai masyarakat, tentu tidak ada niat untuk menentang kebijakan pemerintah. Namun yang dibutuhkan sekarang adalah ketegasan dan koordinasi antar instansi. Jika portal dipasang untuk mengatur kelas jalan, maka harus ada pengawasan dan penegakan aturan yang konsisten. Jika tidak, perlu ada penjelasan terbuka agar tidak menimbulkan kesan bahwa kebijakan tersebut hanya simbolis.
Kritik ini bukan untuk menyudutkan, melainkan sebagai dorongan moral agar kebijakan Bupati benar-benar membawa manfaat nyata bagi masyarakat bawah, bukan sekadar catatan administratif di atas kertas.








